Hai, selamat malam. Apa kabar kalian? Aku harap, aku dan kalian selalu berada di dalam lindungan Tuhan dalam keadaan baik.
Malam ini aku berada di depan halaman kantor, sedang duduk bersandar ke tembok. Sebelumnya, aku mengendarai motor sendirian menuju ke sebuah tempat yang menyediakan menu makan nasi goreng. Aku memesan seporsi, pedas manis, dan makan di tempat. Tiba-tiba, aku teringat seseorang yang selalu menemaniku ketika aku makan nasi goreng. Aku jadi sedih karena akhir Februari lalu dia pergi ke sebuah kota yang sangat jauh dari tempatku sekarang, dan dia berhasil membuatku merasa kalah karena aku tidak bisa untuk merasa bisa tanpanya.
Ya gitu deh, tapi pada akhirnya hidup itu nggak perlu dibawa beban. Maksud aku, ya apapun yang menghalangimu itu bukan suatu alasan untuk merasa terhambat dalam menjalani hidup. Karena hidupmu gak bisa dinilai harus bergantung pada suatu hal atau seseorang atau apapun, sebenarnya sih. Meskipun aku juga nggak bisa bilang bahwa kayak ada seseorang yang hidup menjadi tulang punggung keluarga, atau dia benar-benar bertahan untuk melunasi utang-utangnya, atau bahkan mungkin utang orang-orang yang menyangkut dia. Tapi menurut aku, selama kamu masih punya alasan mengapa kamu hidup di dunia ini--selain ibadah, dan kamu mengerti hidup untuk siapa di dunia ini dan tujuan kamu hidup di dunia ini, ya udah, jalanin aja. Walau berat, aku yakin langkah kita bisa bergerak perlahan. Aku yakin dunia ini terus berputar dan waktu terus berjalan dan dan ketika kita berniat untuk berubah menjadi yang lebih baik, usaha kita tidak akan menghianati impian kita walau kita harus bergerak dengan keras.
Kenapa jadi enggak nyambung ya?! 🤣
Ini sudah masuk Maret akhir, dan bulan lalu aku tidak bisa mengisi apapun di blog ini. Menyedihkan memang, karena tandanya aku merasa tidak punya waktu untuk sekedar meluangkan isi hatiku sendiri dengan seadanya dan sejujurnya waktu lalu.
Aku ingin bercerita bahwa dari Januari...mungkin tanggal akhir, aku diputuskan... eh bukan diputuskan, tapi di jaga jarak-an oleh seseorang yang udah aku anggap menjadi sebagian dalam hidupku. Setelah lulus kuliah, ia melamar pekerjaan dan ia melaksanakan training di Jakarta selama sebulan. Ia rutin setiap minggu pulang ke Purwakarta untuk sekedar merasakan hangatnya rumah dan ingin bertemu denganku, dan teman-temannya. Tapi selama 3 kali ia pulang, aku hanya bisa sekali bertemu dengannya; menghabiskan seharian bersama dia.
24 Februari lalu menjelang petang ia memberi kabar melalui pesan bahwa pekan besok ia harus sudah ada di Pontianak. Dalam hati aku berkata "woy, Pontianak bukan kota yang mudah kujangkau!".
Aku nangis saat itu juga.
Aku merasa bahwa... "eh, kok, gini?"
Sebenarnya, aku sudah diberitahu jauh hari bahwa suatu saat penempatannya nanti akan berjarak jauh. Tapi, ketika hal itu menjadi benar, ternyata aku belum sanggup menerima kenyataan itu.
Sampai sekarang masih... nggak deng, udah kek "yaudahlah ya".
Hari itu ia diberitahu untuk penempatan, dan ia diberi waktu untuk mungkin sekadar pamitan atau entah aku tidak mengerti. Dan pendek cerita, awal pagi sekali, menjelang matahari terbit, kami bertemu.
Ia datang ke mess ku, sesuai janjiku kemarinnya. Dan kami berjalan santai sambil mengobrol di Situ Wanayasa. Waktuku tidak bisa lama bertemu dengannya, karena saat itu kondisi administrasiku sedang kacau, ditambah akhir bulan pula.
Aku masih belum bisa tegar menerimanya, setetes dua tetes aku sudutkan air mataku diam-diam, meski akhirnya ketauan juga haha. Aku dan dia menguatkan satu sama lain; berharap tahun besok bisa bertemu dengan segala angan yang aku dan ia canangkan.
Teu nyaho sih. Tapi ngareupna mah kitu. Tapi nya kitu weh lah.
Singkat cerita tanggal 27 Februari, aku ikut sama keluarganya ke Jakarta, karena besok mereka ingin mengantar si batur ka bandara. Dengan segala jenis approvement aku jalani dari kantor karena ketika itu harusnya aku ada di sana untuk menyelesaikan pekerjaan akhir bulan yang sempat tertunda karena instruksi pusat waktu itu. Udah mah ada drama motor mogok 3 kali, ditambah nggak bawa baju ganti banyak haha. Tapi sampai akhirnya aku sampai di rumah dia. Langsung cuss otw.
Sempet ada hambatan karena e-toll abis, tapi untungnya aku simpen e-money yang emang saldonya masih banyak. Akhirnya diganti uang tunai gitu pas pulangnya.
Singkat cerita lagi abis menempuh 3 jam kurang, sampai di depan mess-nya. Aku membuka laptop untuk mengerjakan sedikit tugas yang diinstruksi. Terus ada dia. Terus abis itu aku ikut makan. Laptop? tentu ditutup dulu HAHA. Berbincang tidak banyak dengan si batur. Sampai akhirnya aku sudah di kamar, dengan mamanya. Bebersih, shalat, mengerjakan sedikit tugas yang diinstruksikan, sambil berbincang dengan mamanya, lalu tidur.
Pagi, jam 5 aku bangun dan shalat. Malam lalu ketika itu aku janjian sama si batur untuk sekadar menikmati udara pagi di Jakarta, berbincang sambil mengheningkan cipta karena itu kali terakhir di tahun itu ia ada didekatku. Hem. Nggak lebai lah ya.
Ia menjemputku di depan hotel... nda, aku dan keluarganya tidak menginap di mess nya wkwk. Abis jemput aku ke bawah terus kami jalan menuju monas. Monas tidak jauh dari lingkungan mess dan hotel itu.
Singkat cerita udah capek jalan, langsung mikir untuk langsung siap-siap untuk ke bandara, takutnya telat. Akhirnya aku sama si batur balik ke hotel, dan nyatanya keluarganya pun sedang bersiap-siap untuk check out dan setelahnya membantu mengemas bawaan si batur.
Eh sebelumnya makan dulu sih, baru mengemas bawaan si batur.
Singkat cerita lagi, pokoknya udah beres mengemas, langsung otw bandara. Udah nyampe, fofotoan bentar, terus diem, terus si batur check in. Terus pulang karena kami terkesan diusir karena mobil diparkir bukan di tempat parkit WKWK. Tapi akhirnya kami balik lagi ke bandara karena dia telat check in muahaha. Getir tuh, tapi pada akhirnya kek yaudahlah ya untuk pembelajaran si batur. Nggak lama dia check in lagi dengan pesanan baru, dengan segala tetek bengeknya kami berpisah di tempat itu.
Hem. Membutuhkan ketegaran untuk mengingat ini. Karena takut nangis lagi.
Eh, tapi sekarang udah nggak nangis lagi sih.
Sepanjang perjalanan pulang, rasanya kek ada sesak di dada. Kek masih nggak bisa menerima kenyataan. Tapi hem, entahlah. Masih diem-diem nangis sok tegar gitu, akhirnya kebawa tidur. Lagi nggak mikirin kerjaan karena sumveh pikiran lagi males banget mikirin itu.
Singkat cerita sampai Purwakarta, kami makan dulu. Udah makan, ke rumah dia lagi. Pas pulang, aku dapet kabar dia udah sampai di Pontianak juga. Jadi dia sampe Pontianak, kami sampai Purwakarta. Terus aku pulang ke rumah dan setelahnya aku ke mess.
Selama 2 minggu setelah kepergian dia, aku kadang masih suka nangis, karena aku mikir kumaha mun main, teu aya temen main deui... :(
Tapi semua terjawab oleh, aku akhirnya ikut les bahasa Inggris bersama temanku, dan ambil jadwal di waktu weekend.
Selama 2 minggu pertama pun aku nggak tau kenapa kesambet jin bucin. Sumveh bucin beud. Tapi akhirnya aku berusaha untuk santai dengan kesendirianku. Aku masih berusaha, untuk menerima kenyataan, ya, aku bisa pastinya.
****************************
Tauk nda fellas, aku nulis ini di dua waktu. Sumveh males banget ceritain di sini, karena membutuhkan kekuatan. Hampir mau nangis lagi pas pertengahan postingan ini. Akhirnya aku jadiin draft dulu, sampai akhirnya aku lanjutin lagi sekarang.
Untuk kamu yang di sana. Calm. Aku baik-baik saja. Denganmu, atau, tanpamu. Aku harap kamu berkabar baik selalu di sana. Jaga dirimu baik-baik, yha.
Dah y, i want to take a rest. Today i feel tired with my routines. I think that's all, thank you!
![]() |
25 feb, 12 jam sudah dikabarkan penempatan dia |
![]() |
nyampe mess dia, aku gawe saeutik |
![]() |
sebelum masuk kamar abis dia ke mess |
![]() |
jabat tangankuuu |
![]() |
siluet si batur pas jalan pagi |
![]() |
pas mau balik ke hotel |
![]() |
semenit dia udah check in |
![]() |
Pas di sini kek udah mikir "Tuhan, aku pasrah sekarang mah..." :') |
Comments
Post a Comment
Terima kasih yang telah berkunjung dan membaca isi blog ini. Pesanku, berkomentarlah dengan bijak, bukan karena ingin "promosi".